Kamis, 29 November 2018

SEJARAH DEKER SEPAK BOLA

Tulang kering merupakan bagian tubuh yang paling rawan diterjang pemain lawan. Itu sebabnya penggunaan pelindung khusus (deker) sampai diwajibkan di level profesional. Bagaimana asal muasalnya?

Konsep deker (Shin guard dalam Bahasa Inggris) sebenarnya mengadopsi dari peralatan militer kuno bernama 'greave' (dari bahasa Prancis kuno: Greve yang berarti tulang kering/pelindung tulang kering). Greave ini menjadi bagian dari set baju besi yang biasa digunakan untuk berperang.


Greave umumnya dibuat dengan bahan logam seperti perunggu, dilengkapi bantalan kain di dalamnya untuk meredam benturan. Bentuknya memanjang dari lutut hingga mendekati engkel.

Salah satu artefak greave tertua konon menunjukkan tahun pembuatan 500-550 sebelum Masehi. Adalah seorang arkeolog bernama Sir William Temple, yang menemukannya dan diperkirakan dibuat di sebuah daerah Italia bernama Apuila. Pada saat itu, daerah tersebut merupakan wilayah kekuasaan kekaisaran Romawi.

Ratusan tahun kemudian, teknologi ini diadopsi oleh dunia olahraga mengingat semakin berkembangnya tuntutan perlindungan fisik. Kriket adalah olahraga pertama yang mengadopsi deker, yakni sekitar tahun 1800-an. Fungsinya melindungi Batsman (pemukul) dari benturan terhadap bola yang dilempar oleh Bowler (pelempar).

Terinspirasi dari deker yang dikenakan di kriket, seorang bernama Sam Weller Widdowson kemudian membuat deker untuk bermain sepakbola. Widdowson memang akrab dengan dua olahraga tersebut, ia bermain cricket untuk Nottinghamshire dan bermain sepakbola di klub Nottingham Forest.

Tepatnya pada tahun 1874, beberapa tahun sebelum asosiasi sepakbola Inggris berdiri, Widdowson mengenalkan konsep dekernya. Pemilik satu caps untuk tim nasional Inggris ini memotong sepasang deker kriket, yang memang berukuran besar, dan memakainya di luar kaus kaki.

Penemuannya ini saat itu ditertawakan dan dianggap konyol oleh rekan-rekannya, namun pada akhirnya justru ikut menggunakannya untuk bermain. Nottingham pun konon jadi tim pertama yang memakai deker. Perlu dicatat bahwa saat itu permainan sepakbola cenderung jauh lebih kasar, keras, dan benturan kaki intens terjadi.

Pemakaian deker terus berlangsung bertahun-tahun berikutnya. Pada prosesnya, para pemain tak lagi memakai deker di luar kaus kaki, namun menyelipkannya di dalam kaus kaki.

Meski demikian, penggunaan deker ini sempat kurang populer pada tahun 1950 dan 1960-an. Selain memang bukan hal yang bersifat mandatori oleh FIFA, para pemain merasa tak perlu lagi memakai pelindung karena permainan masa kini jauh lebih halus dan tak terlalu keras.

Hal ini sempat berlangsung lama hingga akhirnya pada tahun 1990, FIFA memasukkan deker sebagai perlatan wajib untuk dikenakan dalam pertandingan. Law of The Game FIFA menyebutkan bahwa deker harus tertutup seluruhnya oleh kaus kaki, sementara bahannya terbuat dari karet, plastik, atau material serupa.

Meski ada riwayat jelas penemu konsep deker, namun dokumentasi terhadap produksi deker secara komersial kurang begitu jelas. Namun kabarnya, bahan deker di masa-masa silam terbuat dari pelat baja yang dilengkungan untuk mengikuti anatomi tulang kering, dengan bantalan karet lunak.

Seiring perkembangan zaman, bahan pelat baja diganti menggunakan plastik, serat kaca, polyurethane, atau kombinasi dari bahan sintetis lainnya. Sementara bantalan tak lagi menggunakan karet, namun diganti busa yang lebih nyaman untuk dipakai.

Beberapa deker di masa modern ini juga dilengkapi bahan yang 'bernafas' atau lubang untuk menyerap keringat. Fungsinya agar decker tidak licin dan mengalami selip ketika dipakai.

Ada dua jenis deker, yakni yang disertai pelindung engkel dan yang tanpa pelindung engkel. Deker jenis pertama punya dua bagian yang tersambung: bagian keras pelindung tulang kering dan bagian bawah yang menyerupai kaus kaki, dengan 'mangkuk' pelindung di dua sisi mata kaki. Sementara jenis kedua hanya melindungi tulang kering.

Di masa ini, rata-rata deker dibuat dengan bahan sintetis. Lapisan luarnya menggunakan polypropylene yang juga digunakan sebagai bahan otomotif dan kontainer makanan. Sementara lapisan dalam menggunakan bahan Ethyl Vinyl Acetate (EVA) yang bertekstur lunak dan fleksibel. Bahan ini juga disebut-sebut tahan retak.

Widdowson meninggal di kampung halamannya Nottinghamshire pada tahun 1926 di usia 76 tahun. Namun penemuan 'konyol' miliknya menjadi sumbangsih besar untuk dunia sepakbola dan membuatnya layak disebut 'Bapak deker modern'.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar